Rabu, 11 April 2012

Dengue Haemoragie Fever Grade III


Dengue Haemoragie Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. (Suriadi dan Rita, 2001:57).
Kejadian penyakit DHF ini hampir tiaptahun terjadi dan mencapai puncak pada saat musim penghujan. Hal ini disebbakan karena banyaknya tempat yang menjadi sumber genangan air yang merupakan sarang perkembangan jentik-jentik nyamuk Aedes aegypti pembawa virus dengue. Oleh karena itu kita selalu waspada guna mengantisipasi dan mencegah penyakit DHF. Awalnya penyakit DHF ini menyerang anak-anak akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang orang dewasa. (Nasrudin, 2004).
Manifestasi klinis infeksi virus dengue sangat bervariasi, mulai dari asimtimatik dengan varian klinik demam ringan yang tidak spesifik. Demam dengue ini ditandai dengan demam yang tinggi disertai keluhan nyeri yang biasanya diakhiri dengan munculnya ruam. Sebagian kecil menunjukkan manifestasi klinik yang dapat berakhir dengan kematian. (Soegeng Soegiyanto, 2004: 33).
Di Jawa Timur pada tahun 2000 jumlah kasus DHF yaitu 4.224 kasus sedangkan jumlah kematian adalah 42 jiwa. Angka kematian (case fatality rate) DHF adalah 0,99%. Penyakit DHF kebanyakan menyerang anak-anak dan 95% kasus dilaporkan berumur kurang dari 15 tahun. (Depkes Propinsi Jatim, 2001).
Pada bulan Januari 2005 secara nasional dinyatakan mengalami kejadian luar biasa penyakit DHF termasuk propinsi Jawa Timur. Sedangkan jumlah kasus pada tahun 2005 mencapai 7556 kasus dengan 21,43 per 100.000 penduduk sedikit masih melebihi target 120 per 100.000 penduduk. (Dinkes Jatim, 2005).


Pengertian
Adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti), (Ngastiyah, 1997: 341).
Adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arthrovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, (Suriadi, 2001: 57).
Adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama, (Kapita Selekta Jilid 1, 2000: 428).
Adalah suatu penyakit demam berat yang sering mematikan, disebabkan oleh virus. Ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis, dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein, (Nelson, 1999: 1134).

Etiologi
Virus dengue serotype 1, 2, 3 dan 4 yang ditularkan melalui vector nyamuk Aedes aegypti, nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiansis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype lain. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000: 419)


Patofisiologi  (Suriadi, 2001: 57)

Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan kemudaian akan bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus antibodi dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptide yang berdaya untuk melepaskan histiamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu, (Suriadi, 2001: 57).
Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan Menurunnya faktor koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF, (Suriadi, 2001: 57).
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, diatesis haemoragik, renjatan terjadi secara akut, (Suriadi, 2001: 58).
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi, bisa terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian, (Suriadi, 2001: 58).

Manifestasi Klinis
Penyakit ini ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai gejala yang lain seperti: lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepala dan perut, (Ngastiyah, 1997: 342).
a.       Demam tinggi selama 5-7 hari
b.      Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit : ptechie, ekimosis, hematoma.
c.       Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria.
d.      Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
e.3Cspan style="font: 7pt "Times New Roman";">       Nyeri otot, tulang sendi, abdomen dan ulu hati.
f.        Sakit kepala.
g.       Pembengkakan sekitar mata.
h.       Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
i.         Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, nadi cepat dan lemah).
(Suriadi, 2001: 57).
Patokan WHO (1975) untuk membuat diagnosis DHF ditetapkan sebagai berikut :
1.      Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
2.      Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya tornikuet positif dan salah satu bentuk lain (petekia, epitaksis dan perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena.
3.      Pembesaran hati.
4.      Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan systole menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.
(Kapita Selekta Jilid 2, 2000: 421)

Klasifikasi DHF
Kriteria laboratorik menurut WHO (1975) membagi DHF dalam 4 derajat :
Derajat I        :  Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala tidak khas dan satu-satunya menifestasi perdarahan ialah uji toorniquet (+).
Derajat II       :  Derajat I disertai dengan perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.
Derajat III     :  Derajat II ditambah kegagalan sirkulasi ringan yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg)/ hipotensi (sistolis < 80 mmHg) disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita gelisah.
Derajat IV     :  Derajat III ditambah syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah yang tidak teratur, dapat disertai dengan penurunan kesadaran sianosis dan asidosis.
(Suriadi, 2001: 59).

Pemeriksaan Diagnostik
a.       Darah lengkap : hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih), trombositopenia (100.000 /mm3 atau kurang).
b.      Serologi : uji HI (hemaagglutination inhibition test).
c.       Rontgen thorax : efusi pleura.
(Suriadi, 2001: 59).

Diagnosis Banding
Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri / protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi membedakan DBD dari penyakit lain. Diagnosis banding lain adalah sepsis, meningitis, meningokokus, idiophatik thrombocytopenic purpura (ITP), leukemia dan anemia aplastik, (Kapita Selekta Jilid 2, 2000: 421).
Demam Chikungunya (DC) sangat menular dan biasanya seluruh keluarga terkena dengan gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu diikuti dengan ruam makulopapular, infeksi konjungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi, proporsi uji bendung (+), petekia dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok, (Kapita Selekta Jilid 2, 2000: 421).
Pada hari-hari pertama ITP dibedakan dengan demam yang cepat menghilang dan tidak dijumpai hemokonsentrasi, sedangkan pada fase penyembuhan jumlah trombosit pada DBD lebih cepat kembali, (Kapita Selekta Jilid 2, 2000: 422).
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia / anemia aplastik. Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pada anemia anak sangat anemis dan demam timbul karena infeksi sekunder, (Kapita Selekta Kedokteran, 2000: 422).

Penatalaksanaan
1.      Minum banyak 1,5 – 2 liter / 24 jam dengan air the manis, gula, susu, sari buah.
2.      Antipiretik jika panas.
3.      Antikonvulsan jika kejang.
4.      Pemberian cairan melalui infus, jika kesulitan minum.
(Suriadi, 2001: 59).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar