Sabtu, 24 November 2012

Strategi Deteksi Kanker Payudara Stadium Awal


Sebagian besar kanker payudara ditemukan oleh penderita sendiri, yang berarti pada kondisi stadium lanjut inoperabel. Oleh karena ukuran tumor umumnya berpengaruh terhadap prognosis, maka penanggulangan diprioritaskan pada upaya menemukan tumor ini dalam ukuran kecil asimtomatik dengan cara : (1) pemeriksaan payudara sendiri (SARARI) dan (2) pemeriksaan payudara secara klinik (SARANIK) oleh dokter, bidan ataupun paramedis yang terlatih. Apabila pada kedua pemeriksaan ini ditemukan nodul, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan (3) sitologi biopsi aspirasi dengan/tanpa (4) mamografi ataupun (5) biopsi bedah. Prosedur, teknik dan peralatan sitologi biopsi aspirasi sangat sederhana dan murah dengan ketepatan diagnosis yang tinggi. Kombinasi sitologi biopsi aspirasi dan mamografi memberikan ketetapan diagnosis alternatif, apabila biopsi aspirasi tidak dapat dilakukan atau gagal memberi informasi yang akurat.

PENDAHULUAN
Tumor payudara hampir selalu memberi kesan menakutkan bagi wanita. Bahkan banyak para pakar sependapat bahwa setiap nodul pada payudara dianggap sebagai kanker terutama pada wanita golongan risiko tinggi walaupun kemungkinan tumor jinak tidak dapat diabaikan. Pendapat yang "berlebihan" ini dapat dipahami, mengingat insiden kanker payudara tinggi tidak hanya di negara sedang berkembang, tapi juga di negara maju. Di Indonesia kanker payudara berada pada urutan ke dua dari jenis kanker yang ada dan lebih kurang 60 - 80% ditemukan pada stadium lanjut yang berkaibat fatal').
Tingkat pertumbuhan atau stadium kanker payudara ditentukaan tumor, penyebaran pada kelenjar getah bening di daerah ketiak ataupun supraklavikuler dan organ lain misalnya paru, hati dan tulang. Semakin kecil tumor, kemungkinan penyebaran tumor semakin kecil dan tindakan bedah kuratif dapat diharapkan walaupun sifatnya "sulit diramalkan" karena kemungkinan mikrometastasis tidak dapat diabaikan.  Oleh sebab itu penanggulangan kanker payudara dewasa ini diprioritaskan path upaya menemukan kankerpada ukuran sekecil mungkin. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengemukakan berbagai pendekatan sederhana untuk menemukan kanker payudara
pada stadium awal secara efektif dan efisien.

ETIOLOGI
Penyebab kanker payudara belum jelas diketahui, namun pengaruh hormonal merupakan faktor yang utama. Apabila pada wanita berusia kurang dari 35 tahun dilakukan kastrasi  ovarium ataupun adrenal, maka risiko kanker payudara pada wanita tersebut lebih kecil dibanding dengan wanita biasa. Wanita yang menarkhe pada usia sebelum 11 tahun dan wanita yang sulit dapat anak, insiden kanker payudaranya lebih tinggi dibanding wanita normal.
Faktor luar, antara lain kemungkhnan makanan, diduga ada kaitannya  dengan insiden kanker payudara. Insiden kanker payudara  pada wanita Jepang lebih rendah dibanding wanita Barat Golongan risiko 
Golongan risiko sering membantu dalam diagnosis karsinoma payudara.  Yang dimaksud dengan golongan risiko adalah kelompok  wanita yang mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjangkit penyakit kanker payudara, dengan kriteria :
1)  Wanita berusia di atas 40 tahun
2)  Orang tua (ibu) menderita kanker payudara
3)  Saudara (kakak, adik) menderita kanker payudara
4)  Pernah menderita kanker pada salah satu payudara
5)  Penderita tumor jinak payudara
6)  Kehamilan pertama terjadi sesudah usia 35 tahun.

PERTUMBUHAN
Kanker payudara 95% merupakan karsinoma,'berasal dari epitel saluran dan kelenjar payudara. Pertumbuhan dimulai di dalam  duktus ataupun kelenjar lobulus yang disebut karsinoma  noinvasif. Kemudian tumor menerobos ke luar dinding duktus atau kelenjar di daerah lobulus dan invasi ke dalam stroma, yang dikenal dengan nama karsinoma invasif. Pada pertumbuhan selanjutnya tumor meluas menuju fasia otot pektoralis ataupun daerah kulit yang menimbulkan perlengketan-perlengketan. P ada  kondisi demikian, tumor dikategorikan stadium lanjut inoperabel.
Penyebaran tumor terjadi melalui pembuluh getah bening, deposit dan tumbuh di kelenjar getah bening, sehingga kelenjar getah bening aksiler ataupun  supraklavikuler membesar.  Kemudian melalui pembuluh darah, tumor menyebar ke organ jauh antara lain pare, hati, tulang dan otak. Akan tetapi dari penelitian para pakar, mikrometastasis pada organ jauh dapat  juga terjadi tanpa didahului penyebaran limfogen.
Beberapa penulis mengemukakan konsep bahwa karsinoma payudara  merupakan penyakit sistemik; walaupun tumor kecil, namun kemungkinan mikrometastasis tidak dapat diabaikan. Namun demikian, stadium dan prognosis karsinoma payudara   pada umumnya ditentukan berdasarkan ukuran tumor, luas  invasi pada payudara, keterlibatan kelenjar getah bening aksiler ataupun supraklavikuler dan metastasis ke organ jauh. Semakin kecil ukuran tumor, tingkat pertumbuhan/stadium semakin rendah dan prognosis lebih baik.

Faktor daya tangkal tubuh
Karsinoma payudara sebagian meluas progresif, sebagian tumbuh  laten bertahun-tahun dan bahkan ada pula yang mengalami regresi (Townsend). Kejadian ini diduga ada kaitannya dengan faktor daya pertahanan tubuh yang disponsori jaringan      limfoid.  Defek reaksi limfosit pada kelenjar getah bening di lila  mempercepat pertumbuhan tumor dan prognosis lebih buruk.  Di samping itu ketergantungan tumor terhadap hormon  terutama estrogen berpengaruh terhadap pertumbuhan tumor.

GEJALA KLINIK
Keluhan utama penderita adalah pembengkakan payudara.
Perasaan sakit jarang terjadi, kalaupun ada Baru muncul pada tingkat pertumbuhan yang lanjut. Oleh karena keluhan sakit tidak ada, pasien tidak merasa perlu pergi berobat, sehingga tumor dibiarkan tumbuh tanpa menyadari bahaya yang akan terjadi. Itulah sebabnya sebagian besar (60-80%) penderita kanker payudara ditemukan pada tingkat pertumbuhan lanjut inoperabel. Pada situasi demikian sering ditemukan tumor melengket dengan kulit atau kelihatan seperti bisul atau borok disertai pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak ataupun di leher. Pada keadan penyakit demikian, pengobatan biasanya hanya bersifat paliatif. Pengobatan kuratif dapat dilakukan apabila tumor ditemukan pada ukuran kecil atau stadium dini.

METODE DETEKSI DINI
Walaupun kemajuan pengobatan kanker dengan sitostatika semakin meningkat, namun penemuan tumor pada stadium dini merupakan faktor penting dalam penanggulangan kanker payudara. Sebagian besar kanker payudara ditemukan oleh pasien sendiri, artinya tumor dalam tingkat pertumbuhan lanjut. Untuk menemukan tumor ini pada stadium awal diperlukan inisiatif pasien dan pemeriksaan medis :
1)   Pemeriksaan payudara sendiri (SARARI)
Pemeriksaan payudara sendiri ternyata terbukti dapat menemukan tumor pada ukuran kecil. Dengan pola pemeriksaan tertentu payudara diperiksa sendiri setiap bulan 5-7 hari sesudah haid berhenti. Pemeriksaan payudara sendiri waktu sedang mandi sangat efektif karena dengan mempergunakan sabun benjolan lebih mudah teraba. Apabila teraba benjolan walaupun kecil dan tidak sakit, apalagi pada wanita golongan risiko tinggi, segera diperiksakan pada dokter keluarga ataupun dokter di Rumah Sakit/Puskesmas. Menurut penelitian para
ahli, SARARI sangat bernilai dalam deteksi kanker payudara sedini mungkin.

2)   Pemeriksaan payudara oleh secara klinis (SARANIS)
Dokter umum merupakan  ujung  tombak  dalam penaggulangan kesehatan masyarakat; diperkirakan mempunyai kesempatan luas untuk menemukan kanker payudara ukuran kecil.  Kesempatan ini mungkin, apabila pada setiap wanita yang berusia lebih dari 40 tahun atau wanita yang termasuk golongan risiko tinggi, walaupun dia datang karena penyakit lain, dilakukan pemeriksaan payudara secara klinis (SARANIS) oleh dokter, bidan atau paramedis wanita merupakan strategi  untuk menerobos kendala "budaya rasa malu kalau diperiksa dokter pria yang sering terjadi di klin ik atau puskesmas. Beberapa penulis melaporkan bahwa spesialis kandungan tidak jarang menemukan tumor payudara pada ukuran kecil.
SARANIS dilakukan sistematis dengan  langkah-langkah sebagai berikut :
a)    Pasien duduk berhadapan dengan petugas medis, diamati  simetrisasi atau perubahan bentuk kedua payudara.
b)    Kedua tangan pasien diangkat ke atas kepala sambil memperhatikan simetrisasi ataupun perubahan gerakan kedua payudara. Adanya tarikan pada kulit merupakan pertanda kemungkinan keganasan. Untuk  melihat lebih  jelas, tarikan kulit  yang  menutup massa ditekan di antara dua jari tangan dan terjadi dimpling sign.
c)     Palpasi kelenjar getah bening di daerah aksiler dilakukan dengan tangan penderita diletakkan santai di alas tangan pemeriksa.
d)    Pada posisi fleksi kepala, daerah supraklavikuler dipalpasi dengan cermat untuk melihat kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening.
e)    Pada posisi supine, kedua payudara dipalpasi sistematis mulai daerah pinggir sampai ke daerah areola payudara. Palpasi lebih intensif di daerah kuadran lateral atas, karena di daerah ini lebih sering dijumpai karsinoma. Nodul lebih jelas teraba apabila di atas kulit payudara dilapukan sabun sambil dipalpasi.
3)   Pemeriksaan mamografi
Mamografi adalah foto payudara dengan mempergunakan alat khusus. Teknik sederhana, tidak sakit dan tidak ada suntikan kontras. Dengan cara ini kanker payudara ukuran kecil 0.5 cm dapat diteksi; bahkan cara ini dapat dipergunakan sebagai alat skrining massal terutama golongan risiko tinggi walaupun tumomya tidak teraba.
Apabila pada SARARI atau pemeriksaan SARADIS ditemukan benjolan pada payudara, pemeriksaan dilanjutkan dengan mamografi. Pemeriksaan mamografi dilanjutkan dengan pemeriksaan patologik : sitologi biopsi aspirasi ataupun biopsi bedah. Ketepatan diagnosis mamografi lebih kurang 80%. Indikasi lain mamografi adalah para wanita golongan risiko dengan keluhan bahwa dari puting susu keluar cairan coklat atau campurdarah. Akhir-akhir ini muncul alat mutahir xeromamografi yang mempunyai kemampuan deteksi lebih akurat.
USG sering dipergunakan untuk diagnosis kista pada payudara. Akan tetapi dengan adanya sitologi aspirasi pemakaian USG makin berkurang.
4)   Biopsi aspirasi
Pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi jarum sering dipergunakan sebagai prosedur diagnosis berbagai tumor termasuk tumor payudara dengan indikasi
1)   Diagnosis preoperatif tumor yang klinik diduga maligna.
2)   Diagnosis konfirmatif klinik tumor maligna ataupun tumor rekuren.
3)   Diagnosis tumor nopnneoplastik ataupun neoplastik.
4)  Mengambil bahan aspirat untuk kultur ataupun bahan penelitian.
Teknik dan peralatan sangat sederhana, murah dan cepat serta tidak ada komplikasi yang berarti. Dengan mempergunakan jarum halus dan semprit plastik 10 ml, bahan ekstrak jaringan diambil, dibuat sediaan hapus dan diwarnai dengan MGG. Dalam beberapa menit (15-30 menit) diagnosis preoperatif dapat ditentukan dan dalam waktu yang singkat tindakan lanjut  dapat ditentukan. Akurasi diagnostik sitologi BAJAH 80-96% dan dengan kombinasi mamografi akurasi diagnostik meningkat menjadi 98.7%
Sitologi positif merupakan mandat untuk survai metastasis dan rencana pengobatan. Akan tetapi sitologi negatif, belum dapat dipergunakan sebagai  oettangan untuk menentukan terapi oleh karena kemungkinan negatif palsu dapat terjadi.
Pada kasus demikian perlu diperhatikan aspek klinik. apabila aspek klinik sesuai dengan sitologi negatif maka tindakan bedah dapat dilakukan. Sebaliknya pada kasus di mana sitologi negatif tidak sesuai dengan klinik hams dilakukan pemeriksaan biopsi bedah. Aplikasi prosedur diagnosis sitologi aspirasi pada tumor payudara, memungkinkan manajemen lebih sederhana.
Kista merupakan salah satu indikasi sitologi biopsi aspirasi. Cairan kista jernih biasanya jinak dan apabila cairan
dievakuasi seluruhnya, kista tidak teraba (kolaps) dan sering tidak muncul kembali. Akan tetapi bila cairan kista coklat atau campur darah dan cepat berulang, maka perlu dilakukan pemeriksaan lain seperti mamografi dan biopsi.

5)   True-cut
Jaringan diperoleh dengan mempergunakan jarum kaliber besar yang dilengkapi alat pemotong jaringan. Pengambilan jaringan dilakukan di bawah anastesi lokal ataupun umum. Metode ini tidak banyak dipakai lagi oleh karena adanya sitologi biopsi aspirasi.

6)   Biopsi terbuka
Biopsi terbuka (open biopsy) adalah prosedur pengambilan jaringan dengan jalan operasi kecil, eksisi ataupun insisi yang dilakukan sebagai diagnosis preoperatif ataupun durante operationam. Di rumah sakit yang tidak mempunyai fasilitas sitologi aspirasi atau mamografi, maka pada setiap benjolanpayudara terbuka dilakukan biopsi terbuka.
Biopsi insisi  durante operationam dan pemeriksaan histopatologi jaringan dengan teknik pemotongan beku (frozen section) dilakukan untuk mengetahui sifat tumor jinak atau ganas. Dalam waktu yang singkat (5-10 menit) sifat tumor dapat ditentukan dan tindakan bedah dapat dilakukan dalam satu tahap.

 KEPUSTAKAAN
1.  Thomas  JF, Fitharris BM,  Redding  WH  dkk.  Clinical examination, xeromammografi and fine needle aspiration cytology in diagnosis of breast tumours. BMJ. 1978; 2: 1139-1147.
2.  Tjindarbumi  D .  Penanganan kanker payudara  dini  dan  lanjut.  Naskah simposium tumor ganas pada wanita. Bagian Patologi Fakultas Kedokteran  UI, Jakarta,  1987.
3.  Philip J, Harris G, Flaherti C, Joslin CAF. Clinical measure to assess the practice and efficiency of breast self-examination. Cancer 1986; 58 : 973-7.
4.  Strax P. Strategy (motivation) for detection early breast cancer. Cancer 1980; 46:926-9.

Jumat, 18 Mei 2012

Konsep Pemeriksaan KANKER


PENDAHULUAN
Penanganan penyakit keganasan melibatkan berbagai disiplin ilmu dan pemeriksaan, pengobatan dan kontrol tidal lagi ditangani oleh seorang dokter. Karakteristik dari kelompok yang khusus menangani penyakit keganasan ini ialah tidak ada lagi dasar pemikiran hierarkis ; pertukaran pikiran dan bebas mengeluaran pendapat untuk membahas dari berbagai aspek serta memilih alternatif terbaik pola penanggulangan penyakit keganasan, merupakan faktor penting untuk meningkatkan fungsi kelompok penanganan penyakit kanker.
Pada tulisan ini dikemukakan berbagai pola pemeriksaan tumor yang mendasar sebelum berlanjut tindakan pengobatan.

POLA PEMERIKSAAN PENYAKIT KANKER
1 )  Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan cara yang klasik dan penting dalam diagnosis tumor. Dengan cara ini dapat diketahui letak dan diameter tumor serta hubungannya dengan jaringan atau organ sekitarnya. Diameter ditentukan dengan mengukur diameter terbesar tumor. Kecepatan  membesar tumor dapat di ukur dengan menentukan diameter. Sebenarnya kecepatan pertumbuhan tumor harus diukur menurut volume.  
Hubungan tumor harus  dinyatakan deskriptif : bebas bergerak, atau melengket dengan jaringan sekitarnya. Konfigurasi kulit yang menutup tumor juga penting dinyatakan. Misalnya pada kanker payudara stadium lanjut sering terlihat konfigurasi kulit seperti kulit jeruk, bisul dan tukak. Palpasi kelenjar getah bening regional dilakukan cermat dengan pola tertentu untuk mengetahui kemungkinan adanya metastasis.

2)  Pemeriksaan sitologi/histopatologi
Tumor yang letaknya dalam, diusahakan diperiksa melalui fine needle aspiration biopsy (bipsi aspirasi jarum halus), true-cut needle biopsy, bone marrow punction ataupun biopsi insisi/eksisi. Pemeriksaan jaringan dengan cara di atas perlu dilakukan, selain untuk diagnostik kanker, juga untuk menentukan subtipe tumor karena ada kaitannya dengan pola pengobatan.

3)  Pemeriksaan sifat kimiawi atau biologis
Reaksi hormon atau sitostatika terhadap sel tumor penting diketahui untuk kepentingan terapi. Kalau mungkin pada setiap jenis tumor di lokasi tertentu dibuat saru skema pola penanggulangan mulai dari diagnosis sampai pada terapi yang disebut protokol penanggulangan tumor. Biasanya protokol ini  merupakan kesepakatan dari kelompok atau tim kanker berdasarkan pengalaman dan kutipan dari berbagai kepustakaan. Hal ini penting sekali untuk menyatukan "bahasa" dari berbagai disiplin ilmu yang terkait.
Sebagai langkah permulaan cara penanggulangan tumor adalah mengenal dan mengaplikasi sistem T.N.M. (T = Tumor, N = metastasis pada node °atau kelenjar getah bening regionbal, M = Metastasis pada organ jauh). Secara bertahap sistem YNM  pada setiap tumor ganas sudah harus dimanfaatkan. Sistem TNM merupakan petunjuk stadium tumor semakin lanjut : T (0, 1, 2, 3, 4), N (0, 1, 2, 3) dan M (0, 1).

POLA PENGOBATAN
Pola pengobatan yang baik adalah pola pengobatan yang memberi penyembuhan komplit atau penyembuhan untuk jangka waktu lama, komplikasi paling ringan dan mutilasipaling sedikit. Untuk itu perlu diketahui bentuk mutilasi yang mungkin timbul, gangguan psikis karena operasi, kemungkinan pemakaian alat-alat tehnik revalidasi (contoh : pemakaian payudara palsu, hilang pita suara diganti suara perut). Dari uraian di atas dapat dipahami pentingnya kelompok/tim penanggulangan kanker dalam tukar menukar pikiran atau  informasi  mengenai berbagai penyakit kanker dan membandingkannya dengan pengalaman kelompok lain untuk memiliki alternatif protokol yang paling baik.

ASPEK BEDAH MENGURANGI RESIDIF
Berkaitan sifat biologis dari sel kanker, perlu diperharikan berbagai aspek bedah untuk mengurangi residif lokal atau
penyebaran kanker waktu operasi.
1)   Mencegah anestesi lokal
Sel ganas yang terlepas sangat mudah masuk ke dalam pembuluh darah yang diinfiltrasi cairan anastesi, karena tusukan jarum atau perubahan tekanan dalam jaringan.
2)   Massa tumor tidak boleh ditekan-tekan
Pada waktu tumor ditekan, sel tumor gampang terlepas dan masuk ke dalam pembuluh limfe atau pembuluh darah atau melalui cerah jaringan masuk ke permukaan tumor dan invasi ke jaringan sekitarnya.
3)   Jaringan tidak boleh ditarik
Pada waktu operasi, jaringan tidak boleh ditarik-tarik karena daya regang massa tumor terbatas dan mudah terkoyak. Melalui jaringan rusak ini sel ganas mudah terlepas dan menyebar sehingga dapat terjadi kontaminasi di permukaan luka operasi. Juga tumor sebaiknya dikeluarkan in toto atau dengan jaringan pembungkus setebal 2 cm dan tidak terpotong-potong. Diseksi tumor tidak boleh dilakukan secara tumpul dan harus secara tajam. Jaringan yang seolah-olah batas tumor tidak boleh dipercayai.
4)   Pengangkatan kelenjar getah bening
Jaringan tumor beserta kelenjar getah bening bila mungkin diangkat bersama-sama dan dianggap sebagai tumor. Luka bekas eksisi percobaan juga harus ikut, hams dianggap dan ditanggulangi sebagai tumor.
5)  Permukaan berupa tukak
Permukaan tumor berupa tukak dan luka operasi ditutup secara hermetis dan bila tak mungkin harus dibakar
dengan koagulasi, sehingga jaringan vital tidak terkontaminasi sel tumor.
6)  Reseksi usus
Usus yang direseksi karena tumor ganas, sebaiknya dibilas dengan cairan anti sel kanker seperti sublimat, cairan hipochlorit dengan konsentrasi tertentu; pemakaian cairan ini harus hati-hati karena sifatnya sangat beracun; demikian juga luka operasi, dan instrumen harus dicuci dengan cairan anti sel kanker sebelum ditutup.
7)   Radiasi
Dengan indikasi khusus dapat dilakukan radiasi sebelum dan sesudah operasi untuk memperkecil kemungkinan residif lokal. Penyinaran sebelum operasi dilakukan dalam hal tertentu bertujuan mengantipasi kesalahan yang mungkin terjadi atau sudah terjadi sebelum tumor ditanggulangi, misalnya biopsi yang dilakukan dengan anestesi infiltratif, operasi terdahulu yang dilakukan tidak radikal. Penyinaran preoperatif sebagai fase pertama penanggulangan karsinoma rektum dan karsinoma esofagus tidak termasuk dalam kategori ini. Penyinaran sesudah operasi terutama dilakukan apabila selama operasi ada kontaminasi atau pada spesimen ada darah.

KEPUSTAKAAN
1.  del Regato JA, Sputj HJ. Dalam : aekerman and Regato;s Cancer Diagnosis, Treatment and Prognosis. 5th Ed. St. Louis : CV Mosby Co 1977 : 820-76.
2.  Linsk JA, Franzen S. The Breast : Diagnosis and management. Fine Needle Aspiration biopsy for Clinieian. Lippineou Co 1986.
3.  Orel SR, Sterret GF, Walters MI, Whitaker D. Manual and Atlas of fine-Needle Aspiration Cytology. Churehill Livingstone, 1986.
4.  Tambunan G. Penuntun Biopsi Aspirasi Janrm Halus.  Aspek Klinik dan Sitologi Neoplasma. Jakarta : Hipokrates, 1990.
5.  Tjindrambumi D.  Penangan  Kanker Payudara  Dini  dan  Lanjut.  NaskahSimposium Tumor Ganas pada Wanita. Bagian Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran UI.

Sabtu, 14 April 2012

Sekilas Mengenai ICTERUS


Pengertian Ikterus
Ikterus ialah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir. Kejadian ikterus ternyata benar-benar untuk beberapa negara tertentu, beberapa klinik tertentu dan waktu tertentu. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan bayi baru lahir yang pada akhir-akhir ini mengalami kemajuan.
Ikterus fisiologis ialah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis. Kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologis ialah ikterus yang tidak mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. (Hassan, Rusepno, 2007 : 1101).
Batasan-batasan Ikterus
·        Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya merupakan ikterus patologis. Ikterus ini biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat-lambatnya 10 hari pertama. Ikterus dikatakan fisiologis bila :
1.      Timbul pada hari kedua dan ketiga.
2.      Kadar bilirubin indirek sesudah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan.
3.      Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%  per hari
4.      Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5.      Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6.      Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis. (Sarwono, 2002).
·        Ikterus Patologis
Adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
(Sarwono, 2002).
·        Kern Ikterus
Kern Ikterus ialah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nukleus dubtalamus, hipokampus, nukleus merah dan nukleus pada dasar ventrikulasi ke IV. Tanda-tanda klinik pada permulaan tidak jelas tetapi dapat disebutkan ialah mana yang berputar, latergis, kejang tidak mau menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opisototonus. Pada umur yang lebih lanjut bhla bayi itu hidup dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Ketulian pada nada tinggi dapat ditemukan gangguan bicara dan retardasi mental.
Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1.      Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkan misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah RH, AO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-G PD, piruvat kinase, perdarahan tertupul dan sepsis.
2.      Gangguan pada proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh maturitas hepar, kurangnya subtrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Niggle-Najjar). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
3.      Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin, kemudian diangkut hepar, ikatan bilirubin dan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4.      Gangguan dalam ekresi
Terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh  penyebab lain.
5.      Peningkatan sirkulasi entorohepatik misalnya pada ileus obstruksi.
(Sukadi, Abdurrohman, dkk. 2002)
Gangguan Klinis
Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar.
        Latergi.
        Kejang.
        Tak mau menghisap
        Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus.
        Bila bayi hidup, pada umur lebih lanjut akan terjadi spasme otot, opisofotonus, kejang, stetosis yang disertai ketegangan otot.
        Dapat tuli, gangguan bicara, dan retardasi mental.
(Sukadi, dkk. 2002).
Komplikasi
Terjadi karena ikterus. Kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirec pada otak.
        Stadium I        :  reflek moro jelek, latergi, kejang.
        Stadium II      :  epistotonus, panas, mata cenderung deviasi ke atas.
        Stadium III     :  spastititas menurun, pada sekitar usia 1 minggu.
        Stadium IV     :  gejala sisa lanjut, paralysis bola mata ke atas.
(Sarwono, 2002)